Anda Pengunjung Ke

About Me

Following

Entri Populer

Label

Jumat, 28 Oktober 2011


1. Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

2. Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

3. Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Tanggal 28 Oktober 2011 bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-83. Setidaknya naskah yang ditulis Moh.Yamin seperti diatas yang telah dibacakan delapan puluh tiga tahun silam. Lalu apa makna dari naskah tersebut?

Sumpah pemuda menunjukkan sebuah kesamaan keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka. Entah itu yang ada di Jawa, yang ada di Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, semua warga atau rakyat Indonesia pada saat itu menginginkan suatu kemerdekaan dari penjajah.

"Bangsa dan Republik ini adalah hasil jerih payah perjuangan masyarakat daerah yang saat itu memiliki kesamaan nasib, kesamaan sejarah, dan kesamaan cita-cita untuk hidup bersatu," tegas Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, Kamis (27/10/2011), pada Seminar Nasional DPD RI dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda dengan tema: “Keberagaman, Kemajemukan, dan Perjuangan Daerah”.

Namun bagaimana tanggapan para generasi muda saat ini soal Sumpah Pemuda? Jangankan memahami maknanya, menghafal naskahnya pun tak mau. Bukan tidak bisa atau lupa tapi tidak mau. Padahal mulai dari Sekolah Dasar sudah diajarkan dan diberikan pengetahuan tentang sejarah-sejarah bangsa Indonesia termasuk Sumpah Pemuda. Tapi sepertinya semua itu tidak berefek pada generasi muda saat ini.

Contohnya saja naskah Pancasila. Untuk para siswa, naskah ini selalu dibacakan setiap upacara hari Senin di sekolah. Namun tidak sedikit yang hafal dengan isinya. Entah apa penyebabnya bisa demikian tragis.

Hal lain antara Sumpah Pemuda dengan Generasi Muda saat ini adalah banyaknya aksi tawuran antar pelajar dan mahasiswa. Dikit-dikit diselesaikan dengan tawuran. Apa maksudnya? Mereka mengaku sebagai mahasiswa, tapi sama sekali tidak menunjukkan sifat seorang yang berpendidikan. Seharusnya semua masalah itu dapat dirundingkan atau dicari jalan keluarnya tanpa harus melakukan tawuran. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah tapi malah akan mendatangkan masalah baru.

Contoh lagi, kalau sudah menyangkut hubungan antara Indonesia dengan Malaysia, waah... Kumpulkan masa ajak demo di kantor-kantor pemerintahan. Mereka yang demikian hanya melihat suatu masalah dari satu sisi saja. Kita yang diluar pemerintahan ini tak tahu banyak bagaimana sudut pandang orang dalam (pemerintah).

Untuk itu, para generasi muda diharapkan dapat mempertahankan isi dari Sumpah Pemuda dan arti perjuangan para pahlawan Indonesia agar bangsa ini tidak mudah dipecah belah oleh bangsa lain. Semoga kita semua rakyat Indonesia dapat mewujudkan perdamain negeri ini. *lao

Sabtu, 15 Oktober 2011

Malam yang cukup dingin untuk hari ini, Jumat 14 Oktober 2011, berada di dalam sebuah forum diskusi para mahasiswa PENS-ITS PVB Kota Mojokerto. Terdengar sayup-sayup ketika Bapak Ali Basyah, ST., memberikan pengetahuan tentang Representasi Penyimpanan Data pada komputer. Bukan karena suara beliau yang pelan atau kurang jelas, tapi karena badan ini sudah mulai merasa payah, ditambah lagi dengan perut kekenyangan dan suasana dingin yang cocok sekali sebagai penghantar tidur. Bayangkan saja dari pagi sampai sore kerja, lalu malamnya harus mengikuti mata kuliah. “Bagaimana tidak capek?”

Bapak Ali Basyah, ST. Ini menurutku orangnya condong ke dunia usaha. Beliau selalu membumbui materi yang dibawakan dengan perkembangan dunia usaha. Contohnya pada malam ini mata kuliah yang disampaikannya mengenai Pengenalan Komputer dan Perangkat Lunak serta representasi Penyimpanan Data pada Komputer. Tentu tidak akan ketinggalan pandangannya tentang kemajuan dan perkembangan dunia usaha terutama untuk Indonesia.

“Kenapa kita sampai kalah dengan Singapura? Kenapa kita mau kalah dengan Malaysia?” demikian kalimat-kalimat Bapak Ali Basyah, ST. yang saya ingat. “Padahal orang-orang mereka itu banyak yang berasal dari Indonesia.” Sambungnya.

Kalau menurut saya mungkin karena pengaruh gaji yang diberikan oleh negara-negara tetangga pada saudara kita. Siapa sih yang tidak ngiler diiming-imingi segudang uang? Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Indonesia pastinya tidak akan pelit untuk menghargai ilmu yang dimiliki warganya sendiri. Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan saudara-saudara kita yang memiliki kelebihan ilmu pengetahuan lebih memilih memajukan negeri orang dibanding negeri sendiri?

Selepas dari hal tersebut diatas, saya merasa beruntung bisa berada diantara para penghuni PENS-ITS PVB Kota Mojokerto ini. Jika sebelumnya saya merasa besar dengan nama yang cukup terkenal di kampung halaman, “Siapa sih yang nggak kenal dengan Andre Lao?”, mungkin demikian kebanggaan saya, namun setelah berada di tengah-tengah orang yang berwawasan tinggi seperti beliau, saya jadi merasa bodoh.

Seperti apa kata Pak Ali Basyah, ST., ”Orang belajar itu jadi tambah bodoh.” Karena kita akan semakin tahu masih banyak hal di luar sana yang belum kita ketahui.